L.C. Solmon dalam tulisannya yang
berjudul The Quality of Education (Psacharopaulos, 1987: 53) menyatakan
bahwa untuk memahami kualitas pendidikan dari sudut pandang ekonomi
diperlukan pertimbangan tentang bagaimana kualitas itu diukur.
Dalam hubungan ini terdapat beberapa sudut
pandang dlam mengukur kualitas pendidikan yaitu:
1. Pandangan yang
menggunakan pengukuran pada hasil pendidikan (sekolah)
2. Pandangan yang melihat
pada proses pendidikan
3. Pendekatan teori
ekonomi yang menekankan pada akibat positif pada siswa atau pada
penerima manfaat pendidikan lainnya yang diberikan oleh institusi dan
atau program pendidikan
Sudut pandang tersebut di atas,
masing-masing punya kelemahnnya sendiri-sendiri, namun demikian
pengukuran di atas tetap perlu dalam melihat masalah kualitas
pendidikan, yang jelas diakui bahwa masalah peningkatan kualitas
pendidikan bukanlah hal yang mudah sebagaimana diungkapkan oleh Stanley J. Spanbauer (1992 : 49) “Quality improvement in education should not
be viewed as a “quick fix process”. It is a long term effort which
require organizational change and restructuring”. Ini berarti bahwa banyak aspek yang
berkaitan dengan kualitas pendidikan, dan suatu pandangan komprehensi
mengenai kualitas pendidikan merupakan hal yang penting dalam memetakan
kondisi pendidikan secara utuh, meskipun dalam tataran praktis, titik
tekan dalam melihat kualitas bisa berbeda-beda sesuai dengan maksud dan
tujuan suatu kajian atau tinjauan
Kualitas pendidikan bukan sesuatu yang
terjadi dengan sendirinya, dia merupakan hasil dari suatu proses
pendidikan, jika suatu proses pendidikan berjalan baik, efektif dan
efisien, maka terbuka peluang yang sangat besar memperoleh hasil
pendidikan yang berkualitas. Kualitas pendidikan mempunyai kontinum dari
rendah ke tinggi sehingga berkedudukan sebagai suatu variabel, dalam
konteks pendidikan sebagai suatu sistem, variabel kualitas pendidikan
dapat dipandang sebagai variabel terikat yang dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti kepemimpinan, iklim organisasi, kualifikasi guru,
anggaran, kecukupan fasilitas belajar dan sebagainya. Edward Salis (2006 : 30-31) menyatakan: “ada banyak
sumber mutu dalam pendidikan, misalnya sarana gedung yang bagus, guru
yang terkemuka, nilai moral yang tinggi, hasil ujian yang memuaskan,
spesialisasi atau kejuruan, dorongan orang tua, bisnis dan komunitas
lokal, sumberdaya yang melimpah, aplikasi teknologi mutakhir,
kepemimpinan yang baik dan efektif, perhatian terhadap pelajar an anak
didik, kurikulum yeng memadai, atau juga kombinasi dari faktor-faktor
tersebut”
Pernyataan di atas
menunjukan banyaknya sumber mutu dalam bidang pendidikan, sumber ini
dapat dipandang sebagai faktor pembentuk dari suatu kualitas pendidikan,
atau faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Dalam hubungan
dengan faktor berpengaruh pada kualitas pendidikan, hasil studi Heyman dan Loxley tahun 1989 (Mintarsih Danumihardja 2004:6)
menyatakan bahwa factor guru, waktu belajar, manajemen sekolah, sarana
fisik dan biaya pendidikan memberikan kontribusi yang berarti terhadap
prestasi belajar siswa. Hasil Penelitian tersebut menunjukkan bahwa
ketersediaan dana untuk penyelenggaraan proses pendidikan di sekolah
menjadi salah satu factor penting untuk dapat memenuhi kualitas dan
prestasi belajar, dimana kualitas dan prestasi belajar pada dasarnya
mengagambarkan kualitas pendidikan.
Sementara itu Nanang Fatah (2000 : 90) mengemukakan upaya peningkatan
mutu dan perluasan pendidikan membutuhkan sekurang-kurangnya tiga
faktor utama yaitu:
- Kecukupan sumber-sumber pendidikan dalam arti kualitas tenaga kependidikan, biaya dan sarana belajar;
- Mutu proses belajar mengajar yang mendorong siswa belajar efektif; dan
- Mutu keluaran dalam bentuk pengetahuan, sikap ketrampilan, dan nilai-nilai. Jadi kecukupan sumber, mutu proses belajar mengajar, dan mutu keluaran akan dapat terpenuhi jika dukungan biaya yang dibutuhkan dan tenaga professional kependidikan dapat disediakan di sekolah, dan semua ini tentu saja memerlukan sumberdaya pendidikan termasuk biaya.
Dalam melakukan analisis keterkaitan biaya
dengan kualitas pendidikan, pendekatan yang paling sering dipergunakan
para akhli adalah pendekatan fungsi produksi pendidikan (padahal masih ada pendekatan lain yang
lebih tepat dalam konteks manajemen
kualitas dewasa ini), ini sejalan dengan
pendapat Hanushek (Psacharopoulos, 1987 : 33) yang
menyatakat “Studies of educational production function
(also referred to as input-output analysis or cost-quality studies)
examine the relationship among the different inputs into the educational
process and outcomes of the process”. Dengan demikian dalam pendekatan ini
biaya/cost dipandang sebagai faktor input yang memberi kontribusi pada
proses prndidikan dalam membentuk/ mempengaruhi kualitas pendidikan
(output). Adapun teknik yang dipergunakan dalam analisis ini adalah
teknik cost-efectiveness analysis. Teknik analisis cost-efectiveness is a technique for
measuring the relationship between the total inputs, or costs, of a
project or activity, and its outputs or objectives (M. Woodhall dalam Psacharopoulos. 1987 : 348). Dalam analisis ini seluruh
input diperhitungkan dalam kaitannya dengan output atau dengan
keefektifan dalam pencapaian tujuan (output), dan dalam transformasi
input ke output tersebut sudah tentu melewati suatu proses (proyek atau
aktivitas), sehingga teknik analisis ini melihat pendidikan/sekolah
sebagai system dengan komponen-komponen yang terdiri dari Input – Proses
– Output. Dengan melihat komponen tersebut, dapatlah difahami bahwa
kualitas output tergantung atau ditentukan oleh bagimana kualitas input
serta bagaimana mengelola proses dalam kerangka membentuk output.
Dalam bidang pendidikan, yang termasuk
input dalam konteks pengukuran kualitas hasil pendidikan adalah Siswa
dengan seluruh karakteristik personal serta biaya yang harus dikorbankan
untuk memperoleh pendidikan/mengikuti sekolah, dan komponen yang
terlibat dalam proses pendidikan di sekolah sebagai suatu institusi
adalah guru dan SDM lainnya, kurikulum dan bahan ajar, metode
pembelajaran, sarana pendidikan, system administrasi, sementara yang
masuk dalam komponen output adalah hasil proses pembelajaran yang dapat
menggambarkan kualitas pendidikan. Dengan melihat unsur-unsur dari
komponen tersebut, dapatlah disusun suatu model keterkaitan/hubungan
antara Cost dengan Kualitas Pendidikan
Model (model naratif) tersebut
menggambarkan hal-hal sebagai berikut :
- Siswa/calon siswa yang mau memasuki lembaga pendidikan harus mengeluarkan biaya baik itu biaya langsung maupun tak langsung, yang besarnya tergantung pada pembebanan oleh Lembaga pendidikan dan kondisi ekonomi dimana siswa itu tinggal terutama untuk biaya tidak langsung.
- Dengan masuknya ke lembaga pendidikan, siswa tersebut mengorbankan juga kemungkinan memperoleh pendapatan apabila tidak mengikuti pendidikan (opportunity cost), atau kehilangan pendapatan yang akan diperoleh jika tidak mengikuti pendidikan (earning forgone).
- Pemerintah sesuai dengan kebijakannya juga memberikan dana kepada lembaga pendidikan baik sifatnya rutin maupun insidental yang besarnya sesuai dengan ketersediaan anggaran Pemerintah.
- Disamping itu dalam konteks MBS, kelompok masyarakat/pengusaha dapat memberikan bantuan dana pada lembaga pendidikan sesuai dengan upaya yang dilakukan oleh Komite Sekolah dalam menggalang/menghimpun dana dari kelompok masyarakat.
- Penjumlahan dari semua dana yang diperoleh oleh lembaga pendidikan atau yang diperhitungkan terjadi merupakan total biaya yang diterima oleh lembaga pendidikan yang bila dibagi dengan jumlah siswa akan diperoleh unit cost/biaya satuan per siswa.
- Jumlah dana yang diterima oleh lembaga pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu komponen pembiayaan pendidikan, dan komponen ini akan menjadi pertimbangan dalam menentukan pembelanjaan yang akan dilaksanakan. Ukuran penerimaan adalah kecukupan, dalam arti apakan dana yang diperoleh akan cukup untuk membiayai kegiatan pendidikan, sementara itu prinsip yang harus diterapkan dalam membelanjakan adalah efektivitas dan efisiensi.
- Prinsip efisiensi mengandung arti bahwa pembelanjaan dilakukan dengan pengorbanan yang minimal dalam melaksanakan suatu kegiatan pendidikan, sedangkan prinsif efektivitas mengandung makna bahwa pembelanjaan yang dilakukan dapat menjadi upaya yang tepat dalam mencapai tujuan
- Proses pendidikan yang terjadi di lembaga pendidikan pada dasarnya merupakan upaya transformasi input melalui suatu proses untuk menjadi output yang berkualitas sesuai dengan yang diharapkan.
- Semua lembaga pendidikan mengharapkan output yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik (prestasi hasil belajarnya baik), oleh karena itu proses pendidikan yang dilakukan akan selalu diupayakan pada pencapaian kualitas pendidikan yang baik.
- Dalam konteks tersebut maka biaya yang dikeluarkan siswa sebagai salah satu sumber pendapatan lembaga menjadi komponen penting yang berperan dalam perwujudan kualitas pendidikan yang baik. Namun demikian hal itu hanya bisa terjadi apabila manajemen pembiayaan pendidikan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan memperhatikan efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan dananya.
- Dengan demikian antara biaya dengan kualitas pendidikan terdapat keterkaitan, namun sifatnya tidak langsung, dalam arti ditentukan oleh bagaimana pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan, dengan demikian besarnya biaya yang dikeluarkan oleh siswa tidak dapat menjadi jaminan bagi kualitas pendidikan yang baik
Penjelasan di atas menunjukan bahwa
Pengelolaan dana pendidikan perlu dilakukan dengan baik melalui
langkah-langkah sistimatis sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen. Ini
berarti bahwa melihat masalah cost dan kualitas pendidikan aspek
manajemen pembiayaan pendidikan perlu diperhatikan dengan seksama, agar
terhindar dari pemborosan dimana cost yang besar ternyata tidak
berdampak apapun pada kualitas pendidikan. (Uhar Suharsaputra)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pengunjung yang terhormat...Silahkan tinggalkan jejak dengan komentar, pendapat dan saran, bebas asal sopan....OKE..!!!