A. Model Kurikulum
- Model Humanistik
- Konsep Dasar
Kurikulum humanistik
dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik. Kurikulum ini
berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi (personalized education) yaitu
John Dewey (Progressive Education) dan J.J.Rousseau (Romantic
Education. Aliran ini lebih
memberikan tempat utama kepada siswa. Pendidikan mereka lebih menekankan
bagaimana menagajar siswa (mendorong siswa), dan bagaimana merasakan atau
bersikap terhadap sesuatu.
Ada beberapa aliran yang
termasuk dalam pendidikan humanistik yaitu pendidikan: Konfluen, Kritikisme,
Radikal, dan Mistikisme modern. Kritikisme radikal bersumber dari aliran naturalisme
atau romantisme Rousseau. Mistikisme modern adalah aliran yang menekankan latihan
dan pengembangan kepekaan perasaan, kehalusan budi pekerti, melalui sensitivity
training, yoga, meditasi, dan sebagainya.
- Kurikulum Konfluen
Kurikulum konfluen
dikembangkan oleh para ahli pendidikan konfluen, yang ingin menyatukan
segi-segi afektif (sikap, perasaan, nilai) dengan segi-segi kognitif (kemampuan
intelektual). Pendidikan konfluen kurang menekankan pengetahuan yang mengandung
segi afektif.
- Beberapa Ciri Kurikulum Konfluen
Kurikulum konfluen mempunyai
beberapa ciri utama yaitu:
·
Partisipasi.
·
Integrasi.
·
Relevansi.
·
Pribadi anak.
·
Tujuan.
Kurikulum konfluen menyatukan
pengetahuan objektif dan subjektif, berhubungan dengan kehidupan siswa dan
bermanfaat baik bagi individu maupun masyarakat. Hal itu sesuai dengan konsep
Gesalt bahwa sesuatu itu dikatakan berarti (penting-red) apabila
bermanfaat bagi keseluruhan. Pendidikan konfluen sangat mengutamakan kesatuan
dan keseluruhan.
- Model-Model Belajar Konfluen
Para pengembang kurikulum
konfluen telah menyusun kurikulum untuk berbagai bidang pengajaran. Kurikulum
tersebut mencakup tujuan, topik-topik yang akan dipelajari, alat-alat
pelajaran, dan buku teks. Pengajaran konfluen juga telah tersusun dalam bentuk
rencana-rencana pelajaran, unit-unit pelajaran yang telah diujicobakan.
Kebanyakan bahan tersebut diajarakan dengan teknik afektif. Berbeda dengan
pengembang kurikulum yang lain, para penyusun kurikulum konfluen tidak menuntut
para guru melaksanakn pengajaran seperti yang mereka kerjakan.
Dalam memilih kegiatan belajar
beberapa cara dapat ditempuh, pertama, mengindentifikasi tema-tema atau
topik-topik yang mengandung self judgment. Kedua, materi disajikan dalam
bentuk yang belum selesai (open ended), tema atau issue-issue diharapkan
muncul secara spontan dari prosedur serta perlengkapan pengajaran yang ada.
Pengajaran humanistik memfokuskan proses aktualisasi diri (self
actualization).
Kurikulum humanistik dapat
membantu mereka memperlancar proses aktualisasi diri ini. Melalui berbagai
kegiatan pengajaran model humanistik para siswa dapat menyatakan diri,
berekspresi, bereksperimen, berbuat, memperoleh umpan balik dan menemukan
dirinya. Menurut Abraham Maslow (1968, hlm. 685-686) kita dapat belajar lebih
banyak tentang diri kita melalui pengujianrespons-respons menuju puncak
pengalaman (peak experiences).
Menurut Philip H. Phenix
(1971, hlm. 271-283) kurikulum harus dapat mengembangkan kesadaran dan
mendorong kreativitas murid-murid. Bagi Phenix kesadaran merupakan kunci
perkembangan diri dalam membina hubungan dan penyesuaian diri dengan orang lain,
kelompok, budaya, dan lain-lain.
- Karakteristik Kurikulum Humanistik
Kurikulum humanistik mempunyai
beberapa karakteristik, berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi, dan
evaluasi. Menurut para humanis, kurikulum berfungsi menyediakan pengalaman (pengetahuan-red)
berharga untuk membantu memperlancar perkembangan pribadi murid. Kurikulum
humanistik menuntut hubungan emosional yang baik anatara guru dan murid. Guru
selain harus mampu menciptaka hubungan yang hangat dengan murid, juga mampu
memberi sumber.
Sesuai prinsip yang dianut,
kurikulum humanistik menekankan integrasi, yang kesatuan prilaku bukan saja
yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindaka. Kurikulum humanistik
juga menekankan keseluruhan. Kurikulum ini kurang menekankan sekuens, karena
dengan sekuaens murid-murid kurang mempunyai kesempatan untuk memperluas dan
memperdalam aspek-aspek perkembangannya. Penyusunan sekuens dalam pengajaran
yang yang sifatnya afektif, dilakukan oleh Shiflett (1975, hlm. 121-139) dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
- Menysun kegiatan yang dapat memunculkan sikap, minat atau perhatian tertentu.
- Memperkenalkan bahan-bahan yang akan dibahas dalam setiap kegiatan.
- Pelaksanaan kegiatan, para siswa diberi pengalaman yang menyenangkan baik yang berupa gerakan-gerakan maupun penghayatan.
- Penyempurnaan, pembahasan hasil-hasil yang telah dicapai, penyempurnaan hasil serta upaya tindak lanjutnya.
- Model Subjek Akademik
Model konsep kurikulum ini
adalah model yang tertua, sejak sekolah yang pertama berdiri, kurikulumnya
mirip dengan tipe ini. Sampai sekarang, walaupun telah berkembang tipe-tipe
lain, umumnya sekolah tidak dapat melepaskan tipe ini. Kurikulum subjek
akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme) yang
berorientasi pada masa lalu. Semua ilmu pengetahuan dan nilai-nilai telah
ditemukan oleh para pemikir masa lalu. Fungsi pendidikan memelihara dan
mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu tersebut. Kurikulum ini lebih
mengutamakan isi pendidikan.
Isi pendidikan diambil dari setiap
disiplin ilmu. Sesuai dengan bidang disiplinnya para ahli, masing-masing telah
mengembangkan ilmu secara sistematis, logis, dan solid. Karena kurikulum sangat
mengutamkan pengetahuan maka pendidikannya lebih bersifat intelektual.
Nama-nama mata pelajaran yang menjadi isi kurikulum hampir sama dengan disiplin
ilmu, seperti bahasa dan sastra, geografi, matematika, ilmu kealaman, sejarah,
dan sebagainya. Kurikulum subjek akademis tidak berarti hanya menekankan pada
materi yang disampaikan, dalam perkembangnnya secara berangsur memperhatikan
proses belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat
bergantung pada segi apa yang dipentingkan dalam materi pelajaran tersebut.
Jerome Bruner dalam The
Process of Education menyatakan bahwa desain kurikulum hendaknya didasarkan
atas struktur disiplin ilmu. Selanjutnya, ia menegaskan bahwa kurikulum suatu
mata pelajaran harus didasarkan atas pemahaman yang mendasar yang dapat
diperoleh dari prinsip-prinsip yang mendasarinya dan yang memberi struktur kepada
suatu disiplin ilmu. Salah satu contoh kurikulum yang berdasarkan atas struktur
pengetahuan adalah Man: A Course oof Study (MACOS) Macos adalah
kurikulum untuk sekolah dasar, terdiri atas buku-buku, film, poster, rekaman,
permainan, dan perlengkapan kelas lainnya. Kurikulum ini ditunjukan untuk
mengadakan penyempurnaan tentang pengajaran ilmu sosial dan humanitas, dengan
pengarahan dan bimbingan Bruner.
Sasaran utama kurikulum model
MACOS adalah perkembangan kemampuan intelektual, yaitu membangkitkan
penghargaan dan keyakinan akan kemampuan sendiri dan memberikan serangkaiann
car kerja yang memungkinkan anak walaupun dengan cara sederhana mampu
menganalisis kehidupan sosial. Sekurang-kurangnya ada tiga pendekatan dalam
perkembangan kurikulum Subjek Akademis. Pendekatan pertama, melanjutkan
pendekatan struktur pengetahuan. Pendekatan kedua, adalah studi yang bersifat
integratif. Ada beberapa ciri model kurikulum yang dikembangkan.
- Menetukan tema-tema yang membentuk satu kesatuan (unifying theme).
- Menyatukan kegiatan belajar dari bebrapa disiplin ilmu.
·
Menyatukan berbagai cara/ metode belajar.
Pendekatan ketiga, adalah
pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis.
a.
Ciri-ciri Kurikulum Subjek Akademik
Kurikulum
subjek akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan dengan tujuan, metode,
organisasi isi, dan evaluasi. Tujuan kurikulum subjek akademis adalah pemberian
pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses
”penelitian”. Metode yang paling banyak digunakan dalam kurikulm subjek
akademis adalah metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian
dielaborasi (dilaksanakan)siswa sampai mereka kuasai. Melalui proses tersebut
para siswa akan menemukan, bahwa kemampuan berfikir dan mengamatin digunakan
dalam ilmuj kealaman, logika digunakan dalam matematika, bentuk dan perasaan
dalam seni dan koherensi dalam sejarah.
Ada
beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis.
Pola-pola organisasi yang terpenting di antaranya:
·
correlated curriculum adalah pola organisasi materi tau konsep yang
dipelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
·
Unified atau Concentrated curriculum adalah pola organisasi bahan pelajaran
tersusun dalam tema-tema pelajran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai
pelajaran disiplin ilmu.
·
Integrated curriculum. Kalau dalam unified masih tampak warna
disiplin ilmunya, maka dalam pola yang integrated warna disiplin ilmu
tersebut sudah tidak kelihatan lagi. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu
persoalan, kegiatan atau segi kehidupan tertentu.
·
Problem Solving Curriculum adalah pola organisasi isi yang berisi
topik pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari berbagai mata pelajarn atau
disiplin ilmu.
Tentang kegiatan evaluasi,
kurikulum subjek akademis menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi
disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajran. Dalam bidang studi humaniora
lebih banyak digunakan bentuk uraian (essay test) daripada tes objektif.
Para ahli disiplin ilmu sering memilki sifat ambivalen terhadap
evaluasi. Satu pihak melihatnya sebagai suatu kegiatan yang sangat berharga,
yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. Evaluasi yang dilakukan dalam
waktu singkat tidak akan memberikan gambaran yang benar tentang perkembangan
dan penguasaan siswa. Kekhawatiran mereka dapat sedikit dikurangi dengan
dikembangkannya model evaluasi formatif dan sumatif.
b.
Pemilihan Disiplin Ilmu
Masalah besar yang dihadapi
oleh para pengembang kurikulum subjek akademis adalah bagaimana memilih materi
pelajaran dari sekian banyak disiplin ilmu yang ada. Apabila ingin memiliki
penguasaan yang cukup mendalam maka jumlah disiplin ilmunya harus sedikit.
Apabila hanya mempelajari sedikit disiplin ilmu maka penguasaan para siswa akan
sanagt terbatas, sukar menerapkannya dalam kehidupan masyarakat secara luas.
Apabila disiplin ilmunya cukup banyak, maka tahap penguasaannya akan
mendangkal. Anak-anak akan tahu banyak tetapi pengetahuannya hanya
sedikit-sedikit (tidak mendalam).
Ada beberapa saran untuk mengatasi masalah
tersebut, yaitu:
- Mengusahakan adanya penguasaan yang menyeluruh (comprehensiveness) dengan menekankan pada bagaimana cara menguji kebenaran atau mendapatkan pengetahuan.
- Mengutamakan kebutuhan masyarakat (social utility), memilih dan menentukan aspek-aspek dari disiplin ilmu yang sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat.
- Menekankan pengetahuan dasar, yaitu pengetahuan-pengetahuan yang menjadi dasar (prerequisite) bagi penguasaan disiplin-disiplin ilmu yang lainnya.
c.
Penyesuaian Mata Pelajaran dengan Perkembangan
Anak
Para pengembang kurikulum
subjek akademis, lebih mengutamakan penyususnan bahan secara logis dan
sistematis daripada menyalaraskan urutan bahan dengan kemampuan berpikir anak.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan di atas dalam perkembangan selanjutnya
dilakukan beberapa penyempurnaan. Pertama, untuk mengimbangi penekannya pada
proses berfikir, mereka mulai mendorong penggunaan intuisi dan tebakan-tebakan.
Kedua, adanya upaya-upaya untuk menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan
individu dan kebutuhan setempat. Ketiga, pemanfaatan fasilitas dan sumber yang
ada pada masyarakat.
- Model Rekontruksi Sosial
Kurikulum rekonstruksi sosial
berada dengan model-model kurikulum lainnya. Kurikulum ini lebih memusatkan
perhataian pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum
ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Pandangan rekonstruksi
sosial di dalam kurikulum dimulai sekitar tahun 1920-an. Harold Rug mulai
melihat dan menyadarkan kawan-kawannya bahwa selama ini terjadi kesenjangan
antara kurikulum dengan masyarakat. Theodore Brameld, pada awal tahun 1950-an
menyampaikan gagasannya tentang rekonstruksi sosial. Dalam masyarakat
demokratis, seluruh warga masyarakat harus turut serta dalam perkembangan dana
pembaharuan masyarakat.
Para rekonstruksionis sosial
tidak mau terlalu menekankan kebebasan individu. Mereka ingin meyakinkan
murid-murid bagaiman masyarakat membuat warganya seperti yang ada sekarang dan
bagaimana masyarakat memenuhi kebutuhan pribadi warganya melalui konsesnus
sosial.
a.
Desain Kurikulum Rekonstruksi sosial
Ada beberapa ciri dari desain
kurikulum ini.
- Asumsi.
- Masalah-masalah sosial yang mendesak.
- Pola-pola organisasi.
b.
Komponen-komponen Kurikulum
Kurikulum rekonstruksi sosial
memiliki komponen-komponen yang sama dengan model kurikulum lain tetapi isi dan
bentuk-bentuknya berbeda.
- Tujuan dan isi kurikulum.
- Metode.
- Evaluasi.
c.
Pelaksanaan Pengajaran Rekonstruksi Sosial
Pengajaran rekonstruksi sosial
banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat
ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk
meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat,
sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut, dengan bantuan biaya dari
pemerintah sekolah berusaha mengembangkan potensi tersebut.
Salah satu badan yang banyak
mengembangkan baik teori maupun praktik pengajaran rekonstruksi sosial adalah
Paulo Freize. Mereka banyak membantu pengembangan daerah-daerah Amerika Latin.
Untuk memerangi kebodohan dan keterbelakangan mereka menggalakan gerakan budaya
akal budi (conscientization). Dengan gerakan Conscientization mereka
membantu masyarakat memahami fakta-fakta dan masalah-masalah yang dihadapinya
dalam konteks kondisi masyarakat mereka. Keterbatasan dan potensi yang mereka
miliki.
Harold G. Shane seorang
profesor dari Universitas Indiana Amerika Serikat, mewakili teman-temannya para
Futurolog menggunakan perencanaann masa yang akan datang (future planning)
sebagai dasar penyususnan kurikulum. Shane menyarankan para pengembang
kurikulum, agar mempelajari kecenderungan (trends) perkembangan.
Kecenderungan utama adalah perkembangan teknologi dengan berbagai dampaknya
terhadap kondisi dan perkembangan masyarakat. Kecenderungan lain adalah
perkembangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
- Model Teknologis
Abad dua puluh ditandai dengan
perkembangaan teknologi yang pesat. Perkembangan teknologi mempengaruhi setiap
bidang dan aspek kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Sejak dahulu teknologi
telah diterapkan dalam pendidikan, tetapi yang digunakan adalah teknologi
sederhana seperti penggunaan papan tulis dan kapur, pena dan tinta, sabak dan
grip, dan lain-lain. Dewasa ini sesuai dengan tahap perkembangnnya yang
digunakan adalah teknologi maju, seperti audio dan video casssette, overhead
projector, film slide, dan motion film, mesin pengajaran, komputer,
CD-rom dan internet. Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, dibidang
pendidikan berkembang pula teknologi pendidikan.
Penerapan teknologi dalam
bidang pendidikan khususnya kurikulum adalah dalam dua bentuk, yaitu bentuk
perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Penerapan teknologi
perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat (tools
tecnology), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga
teknologi sistem (system technology).
Teknologi pendidikan dalam
arti teknologi alat, lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologis
untuk menunjang efisien dan efektivitas pendidikan. Dalam arti teknologi
sistem, teknologi pendidikan menekankan kepada penyusunan program pengajaran
atau rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem. Program pengajaran
ini bisa semata-mata program sistem, bisa program sistem yang ditunjang dengan
alat dan media, dan bisa juga program sistem yang dipadukan dengan alat dan
media pengajaran.
Pada bentuk pertama,
pengajaran tidak membutuhkan alat dan medis yang canggih, tetapi bahan ajar dan
proses pembelajaran disusun secara sistem. Pada bentuk kedua, pengajaran
disusun secara sistem dan ditunjang dengan penggunaan alat dan media
pembelajaran.
a.
Beberapa Ciri Kurikulum Teknologis
Kurikulum yang dikembangkan
dari konsep teknologi pendidikan, memiliki beberapa ciri khusus, yaitu:
- Tujuan.
- Metode.
ü penegasan tujuan.
ü Pelaksanaan
pengajaran.
ü Pengetahuan
tentang hasil
- Organisasi bahan ajar.
·
Evaluasi.
Program pengajaran teknologis
sangat menekankan efesiensi dan efektivitas. Program dikembangkan melalui
bebrapa kegiatan uji coba dengan sampel-sampel dari suatu populasi yang sesuai,
direvisi beberapa kali sampai standar yang diharapkan dapat dicapai. Meskipun
memiliki kelebihan-kelebihan, kurikulum teknologis tidak terlepas dari beberapa
keterbatasan atau kelemahan. Model ini terbatas kemampuannya untuk mengajarkan
bahan ajar yang kompleks atau membutuhkan penguasaan tingkat tinggi (analisis,
sintesis, evaluasi) juga bahan ajar yang bersifat efektif.
b.
Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum
model lama, menurut para ahli teknologi pendidikan, penyusunan kurikulum,
penyusunan buku-buku serta perangkat kurikulum lainnya lebih bersifat seni dan
didasarkan atas kepentingsn politik daripada landasn-landasan ilmiah dan
teknologis. Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria,
yaitu: (1) prosedur pengembangan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh
pengembang kurikulum yang lain, (2) hasil pengembangan terutama yang berbentuk
model adalah yang bisa diuji coba ulang, dan hendaknya memberikan hasil yang
sama. Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada
kompetensi.
Pemecahan masih dapat
dilakukan dengan menerapkan model kurikulum yang lebih menekankan pada
teknologi sistem dan kurang menekankan pada teknologi alat.
Pengembangan kurikulum
teknologis terutama yang menekankan teknologi alat, perlu mempertimbangkan
beberapa hal. Pertama, formulasi perlu dirumuskan terlebih dahulu apakah
pengembangan alat atau media tersebut benra-benar diperlukan. Kedua,
spesifikasi, diperlukan adanya spesifikasi dari alat atau media yang akan
dikembangkan, baik dilihat dari segi kegunaan maupun ketetapan penggunaannya.
Spesifikasi juga meliputi spesifikasi situasi lingkungan tempat belajar,
standar perilaku belajar, serta keterampilan-keterampilan untuk mencapai
tujuan. Ketiga, prototipe sekuens-sekuens pengajran perlu diujicobakan dalam
bentuk prototipe-protipe, demikian juga format-format media, dan organisasi.
Keempat, percobaan pertama unit-unit pengajaran diujicobakan pada sejumlah
sampel siswa untuk mengetahui keberhasilan dan kelemahannya. Kelima, mencoba
hasil, hasil dan pengembangan dicoba diterrapkan di dalam sistem pengajaran
yang berlaku.
B. Pendekatan
Pengembangan Kurikulum
Pendekatan dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu
proses tertentu. Istilah pendekatan menunjuk kepada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum.
Pengembangan
kurikulum mempunyai makna yang cukup luas. Menurut Sukmadinata (2000:1),
pengembangan kurikulum bisa berarti penyusunan kurikulum yang sama sekali baru
(curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah
ada (curriculum improvement). Yang dimaksud pengembangan kurikulum dalm
bahasan ini bisa mencakup keduanya, tergantung pada konteks pendekatan dan
model pengembangan kurikulum itu sendiri. Dilihat dari cakupan pengembangannya
apakah curriculum construction atau curriculum improvement, ada
dua pendekatan yang dapat diterapakan dalam pengembangan kurikulum.
1. Pendekatan Top
Down
Dikatakan
pendekatan top down, disebabkan pengembangan kurikulum muncul atas
inisiatif para pejabat pendidikan atau para administrator atau dari para
pemegang kebijakan (pejabat) pendidikan seperti dirjen ataun para kepala Kantor
Wilayah. Dilihat dari cakup pengembangnnya, pendekatan top down bisa dilakukan
baik untuk menyusun kurikulum yang benra-benar baru (curriculum construction)
ataupun untuk penyempurnaan kurikulum yang sudah ada (curriculum improvement).
Prosedur kerja
atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira sebagai
berikut:
·
Langkah Pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh
pejabat pendidikan.
·
Langkah Kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja untuk
menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim
pengarah.
·
Langkah Ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim
atau kelompok kerja, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk
dikaji dan diberi catatan-catatan atau direvisi.
·
Langkah Keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan
kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikankurikulum yang telah tersusun
itu.
2. Pendekatan Grass
Roots
Kalau pada
pendekatan administratif inisiatif pengembanagn kurikulum berasal dari para
pemegang kebijakan kemudian turun ke stafnya atau dari atas ke bawah, maka
dalam model grass roots, inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari
lapangan atau dari guru-guru sebagai implemmentator, kemudian menyebar pada
lingkungan yang lebih luas, makanya pendekatan ini dinamakan juga pengembangan
kurikulum dari bawah ke atas.
Syarat sebagai
kondisi yang memungkinkan pendekatan grass roots dapat berlangsung. Pertama,
manakala kurikulum itu benaar-benar
bersifat lentur sehingga memberikan kesempatan kepada setiap guru secara lebih
terbuka untuk memperbaharui atau menyempurnakan kurikulum yang sedang
diberlakukan.
Kedua, pendekatan grass roots hanya
mungkin terjadi manakala guru memiliki setiap profesioanl yang tinggi disertai
kemampuan yang memadai.
Ada beberapa
langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat kita lakukan manakala menggunakan
pendekatan grass roots ini.
Pertama, menyadari adanya masalah.
Kedua, mengadakan refleksi.
Ketiga, menunjukan hipotesis atau jawaban
sementara.
Keempat, menentukan hipotesis yang sangat mungkin
dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan.
Kelima, mengimplementasikan perencanaan dan
mengevaluasinya secara terus menerus hingga terpecahkan masalah yang dihadapi.
Keenam, membuat dan menyusun laporan hasil
pelaksanaan pengembangan melalui grass root.
mantap pak moga bermanfaat...
BalasHapusisinya bagus.
BalasHapusmakasihhh ngopi ya...
BalasHapusMembanggakan
BalasHapusMakasi ya ..semoga bermanfaat
BalasHapustx pak.....
BalasHapussipp lah
BalasHapussangat luar biasa,trimakasih telah membantu.
BalasHapusinfonya sangat membantu.. terimakasih
BalasHapusterimakasih
BalasHapusTERIMA KASIH ATAS ILMUNYA
BalasHapuslike
BalasHapusokeh, gw ska ney
BalasHapussngat mmbantu tgas q
BalasHapusterimakasih atas ilmunya
BalasHapusterima kasih atas informasinya
BalasHapusmaaf n terima kasih banyak atas referensinya
BalasHapusisi yang bagus
BalasHapussiiip dech....suatu pemikiran yg sangat bagus,,, syukron khasiron,,,,,,
BalasHapusbgus
BalasHapusTerimah kasi buat artikelnya. Mohon ijin utk d kopi. saya butu referensi utk menulis tesis. mohon bantuan untuk artikel terkait. "Pengaruh manajemen kurikulum terhadap kinerja guru" kirim ke : email:kejora.bigstar@yahoo.com
BalasHapussiiiiipppp bangettttt
BalasHapussukses terus dech buat bapak...