KERESAHAN generasi tua menyaksikan kaum muda
berperilaku menyimpang dalam kehidupan telah mencapai puncak
keprihatinan.Telah banyak dikupas secara mendalam oleh para pakar betapa
pentingnya pendidikan karakter suatu bangsa.
Selama ini praktik pendidikan kepribadian baik di lingkup pendidikan
formal, informal, maupun non formal masih memprihatinkan.Pro kontra
keberadaan pendidikan kepribadian telah banyak menyita waktu. Yang pasti
dalam jenjang formal, pendidikan kepribadian telah dititipkan pada
berbagai mata pelajaran dengan harapan siswa akan memiliki bekal
kepribadian yang baik dalam kehidupannya.
Ranah pendidikan yang ideal mencakup kognitif (pengetahuan),
psikomotorik (keterampilan), dan afektif (sikap). Ketiga ranah ini
seharusnya dikembangkan secara optimal dan proporsional. Yang pantas
dipertanyakan, sudahkah dunia pendidikan mengembangkan secara maksimal?
Di akhir tahun pelajaran dunia pendidikan sibuk menyukseskan kelas akhir
untuk menyongsong ujian nasional (UN). Saking takutnya akan kegagalan
UN sekolah berupaya semaksimal mungkin dengan segala daya untuk
menggapai nilai setinggi-tingginya. Sayangnya, upaya yang berdarah-darah
tersebut baru mampu mengembangkan ranah pengetahuan belaka. Aspek sikap
begitu mudah dilupakan dan dipinggirkan secara tidak sadar.
Bila bangsa ini memiliki komitmen kuat dalam membumikan pendidikan
kepribadian, memang sangat perlu ada reposisi dan reaktualisasi dalam
penerapan pendidikan karakter bangsa ini. Kiranya tidak cukup pengambil
kebijakan hanya mengandalkan pendidikan formal saja dalam melestarikan
jatidiri bangsanya. Praktik pendidikan formal telah banyak menyajikan
tentang perilaku mulia sebagai bangsa. Persaudaraan, toleransi, santun
dalam bicara, berbuat, ketakwaan, dsb.Nilai-nilai mulia yang telah
diterima siswa di bangku pendidikan, setelah pulang ke rumah dan
masyarakat begitu mudah dilupakan.Kenyataannya, sajian perilaku
masyarakat dan keluarga justru sangat mendominasi jiwa anak dalam
perkembangannya.
Rasanya sangat sulit untuk menjadikan siswa yang santun bila
lingkungan anak baik keluarga dan masyarakatnya tidak santun.Menyadari
betapa pentingnya pendidikan kepribadian, budi pekerti anak-anak bangsa
sangat perlu adanya kemauan kuat dari berbagai pihak. Pengaruh media
cetak dan elektronik, seperti televisi dan internet sangat mendominasi
jiwa anak secara penuh. Peran media televisi sangat besar dalam
menanamkan nilainilai mulia suatu bangsa. Bila saat ini dunia televisi
hanya gandrung dalam penayangan iklan dan sinetron jangan kaget bila
generasi yang akan datang menjadi orang konsumtif dan pandai
bensandiwara. Tayangan televisi dan internet akan menjadi pembelajaran
langsung bagi seorang anak. Oleh karena itu peran komisi penyiaran
memegang peran strategis dalam hal ini.
Imbauan budaya daerah (Jawa) sebagai materi muatan lokal di jenjang
sekolah sangat menggembirakan (SM 15/3/2010). Selama ini siswa lebih
mengenal budaya asing daripada budayanya sendiri. Belum banyak sekolah
menampilkan pentas seni budaya daerah, mereka lebih bangga dengan musik
barat, pop, dan seakan-akan meremehkan budaya adiluhung nenek moyang
kita. Fakta ini tidak cukup diresahkan oleh para pimpinan, tetapi perlu
adanya perilaku nyata oleh para kepala sekolah, kepala daerah, sampai
kepala negara.
Sungguh ironis anak Jawa yang tidak dapat berbahasa Jawa, mereka
justru bangga dengan bahasa asing yang dianggap lebih gengsi dan keren.
Sementara orang inggris sendiri meskipun telah maju dalam teknologi,
tingkat ekonomi mereka tidak melupakan budaya asli nenek moyangnya.
Orang jepang yang terkenal dengan teknologi canggih dan raja ekonomi
dunia, mereka tetap cinta budaya jepang, bahasa jepang, dan tidak
tergila-gila dengan budaya dan bahasa asing.
Budaya malu
Implementasi pendidikan kepribadian cakupannya sangat luas. Untuk dapat
menggapai tataran pribadi yang baik, kiranya sangat perlu ditanamkan
sikap malu berbuat jelek.Malu dimaknai merasa tidak enak hati, hina,
atau rendah karena berbuat sesuatu yang kurang baik, kurang benar,
berbeda dengan kebiasaan, mempunyai cacat atau kekurangan (KBBI,
2002:706). Orang yang memiliki rasa malu berbuat jahat, ia akan
hati-hati dalam berbuat dan jangan sampai pembuatannya dianggap jahat
oleh orang lain. Ini berarti orang yang malu dikatakan jahat akan selalu
menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan tidak akan
melanggar aturan yang telah ditetapkan.
Penanaman budaya malu ini sangat efektif bila dimulai sejak
anak-anak. Ini berarti peran pendidikan keluarga merupakan basis pokok
memulainya. Nilai yang telah tertanam di keluarga ini akan mudah
dikembangkan di jalur pendidikan formal dan masyarakat secara luas.
Konon rakyat Jepang dapat maju dengan pesat, salah satunya memiliki
budaya malu yang tinggi. Siswa Jepang akan malu bila mereka tidak
berprestasi, demikian pula pemimpin Jepang akan malu bila perilakunya
dianggap salah oleh rakyatnya. Mereka rela mengundurkan diri dari
jabatannya atau bahkan berani bunuh diri demi menutupi rasa malu
tersebut.
Budaya malu tidak cukup diwacanakan dan diperdebatkan, perilaku ini
lebih efektif bila dibuktikan dengan tindakan nyata. Di negeri tercinta
ini ternyata belum banyak praktik budaya malu. Pemimpin yang salah dan
telah di vonis pun tetap tegar dan tidak merasa malu, mereka masih
beralibi tentang tindakannya tersebut. Budaya mundur dari jabatan yang
mereka pegang karena berbuat yang tidak benar belum terbiasa di negeri
ini.Sampai saat ini penulis baru mendengar berita pengunduran diri
seorang ketua RT dan RW.
Pendidikan suatu bangsa akan mewarnai perilaku generasinya, oleh
karena itu bila bangsa ini menghendaki generasi mudanya memiliki
jatidiri dan berkepribadian baik sangat perlu memiliki jiwa jujur dan
sikap malu berbuat jahat secara mantap. Mewujudkan generasi yang
berbudaya mulia membutuhkan proses yang panjang. Faktor yang
mempengaruhi proses pendidikan pun beraneka macam, oleh karena itu bila
menghendaki terciptanya generasi bangsa yang baik, aneka komponen bangsa
ini memang harus berbuat yang baik pula. Peran pemimpin formal maupun
non formal, orang tua, guru, media massa memiliki andil yang tidak
sedikit.
Yang pasti pendidikan kepribadian tidak cukup dibahas dan dikaji
saja, nilai-nilai mulia ini harus ditanamkan, dipraktikkan dalam
kehidupan secara nyata. Semoga.
Sangat menarik dibacanya pa. Tetap menulis tulisan-tulisan yang bisa bermanfaat pa.
BalasHapusKunjungi juga ya pa http://membumikan-pendidikan.blogspot.com/