oleh: Drs. Dede Kosasih,
M.Si.
A. PENDAHULUAN
Abad ke-21 merupakan era penentuan pilihan prioritas
untuk maju dan mampu memberikan jawaban terhadap tantangan-tantangan global.
Tantangan dan perkembangan masyarakat di masa datang diantisipasi sebagai era
teknologi, informasi dan globalisasi yang berakar pada kualitas sumber daya
manusia (SDM). Sistem kehidupan sosial, ekonomi, politik, ilmu, teknologi, seni
dan bahkan agama, sangat dipengaruhi oleh perkembangan SDM dan masyarakatnya.
Maka masyarakat atau negara yang mampu mengembangkan SDM yang unggul tentu akan
berhasil dalam kerjasama maupun persaingan global, sedangkan sebaliknya,
masyarakat dan negara yang tertinggal dalam pengembangan SDM-nya akan stagnan,
mungkin tergeser bahkan tersingkir dari percaturan global.
Dari pernyataan di atas, dapatlah dikatakan bahwa
konsep sumber daya manusia (human resources) itu berkembang ketika diketahui
dan disadari bahwa manusia mengandung berbagai aspek sumber daya bahkan sebagai
sumber energi. Manusia tidak hanya berunsur jumlah, seperti terkesan dalam
pengertian penduduk, tetapi juga mutu. Mutu atau kualitas manusia ini tidak
ditentukan hanya oleh aspek keterampilan atau kekuatan tenaga fisiknya, tetapi
juga pendidikannya atau kadar pengetahuannya, pengalaman atau kematangannya,
dan sikapnya atau nilai-nilai yang dimilikinya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin cepat, ternyata mengharuskan pula peningkatan pada bidang pendidikan.
Karena pendidikanlah yang menjadi faktor penentu dan strategis dalam
pembangunan sumber daya manusia suatu bangsa. Maka semakin tinggi pendidikan
yang diperoleh seseorang sejatinya derajat kemanusiaannya pun semakin meningkat
pula. Hal ini berbanding lurus dengan meningkatnya kualitas pola pikir, sikap
dan tindakan yang semakin efektif dan efisien, baik dalam hubungannya dengan
dirinya sendiri, hubungan antar manusia (sosial) maupun hubungan dirinya dengan
Sang Maha Pencipta (Allah SWT). Kebijakan strategik pembangunan sistem
pendidikan nasional, baik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah sampai
jenjang pendidikan tinggi secara menyeluruh hendaknya mengarah kepada aspek
kehidupan di atas yang bermuara pada peningkatan mutu (quality) dan persamaan
perlakuan (equality).
Upaya peningkatan mutu (quality) pendidikan dan
persamaan perlakuan (equity) kepada semua anak usia wajib belajar dalam
memperoleh akses pendidikan merupakan isu yang utama dalam pertemuan 37th SEAMEO
(Southeast Asian Ministers of Education Organization) Council Conference di
Chiang Mai tanggal 11 Maret 2002 dengan telah dihasilkannya Declaration on
Quality and Equity in Education in Southeast Asia. Pertemuan tersebut
ditindaklanjuti dengan Special High Official Meeting tanggal 29-31 Mei 2002 di Thailand
yang menyepakati bahwa penerapan Q&E di bidang pendidikan bertujuan untuk menempatkan
pendidikan untuk semua (education for all), di antaranya untuk mengurangi gap
antara kaya dan miskin dalam mendapatkan pengetahuan dan informasi.
Pendidikan dalam perspektif filosofis, pada
hakekatnya merupakan proses memanusiakan manusia. Tujuan utama dari pendidikan
itu adalah membantu peserta didik untuk mencapai kematangan pribadi. Menjadi
manusia yang berbudi pekerti, berahlak karimah serta mempunyai skill yang
mumpuni untuk bekal dalam mengarungi kehidupannya,hal itu termaktub dalam
Undang-undang Sistem pendidikan nasional Nomor 20 Tahun 2003.
B. LANDASAN PENDIDIKAN
Pelaksanaan pendidikan di Indonesia berlandaskan
kepada Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
sedangkan pelaksanaan pendidikan Maroko berlandaskan kepada Dahir (Undang-undang
yang dikeluarkan oleh raja) yang dapat diuraikan dalam undang-undang departemen
pendidikan nasional Maroko. Undang-undang tersebut selalu direvisi dan
dikembangkan oleh pemerintah Maroko atas arahan dan direksi dari raja.
Pendidikan yang dilaksanakan baik di Maroko maupun di
Indonesia berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang baik serta
bertanggung jawab. Meskipun hal di atas menjadi tujuan utama pendidikan di
Maroko dan Indonesia, tentu saja ada perbedaan dasar yang memberi nilai khusus
untuk pendidikan kedua negara tersebut.
Pendidikan di Maroko berdasarkan agama Islam dan
bahasa Arab sebagai agama dan Bahasa resmi negara, persatuan bangsa dari ujung
utara sampai ujung selatan termasuk pantai pasir Maroko, dan raja sebagai
pemimpin negara dan pelindung agama Islam sebagaimana diwajibkan kepadanya oleh
umatnya yang beragama Islam. Hal ini tentu saja berbeda dengan Pendidikan
Indonesia yang berlandasan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ada banyak
kesamaan dan perbedaan antara system pendidikan di Maroko dan Indonesia. Jalur
pendidikannya terdiri dari jalur formal dan jalur non-formal.
C. SISTEM PENDIDIKAN
Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Jenis pendidikan mencakup:
pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.
Dari sisi lain, pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan,
pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan
kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik. Kemudian satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga
kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan
yang sejenis.
Meskipun ada banyak kesamaan antara pendidikan
Indonesia dan pendidikan Maroko sebagaimana diuraikan di atas, tapi bagi
seorang pemerhati ilmu pendidikan yang cenderung untuk mempelajari dunia
pendidikan dari akar sampai permukaan. Hal ini tentu saja akan menemukan
beberapa perbedaan di antara kedua sistem pendidikan tersebut, terutama di
level landasan dan latarbelakang dapat dilihat pengaruh sistem dan budaya fronkofon
di dunia pendidikan Maroko dan sistem dan budaya Australia dan Amerika Serikat
di pendidikan Indonesia.
D. DAMPAK PENDIDIKAN FRONKOFON DI MAROKO
Sistem pendidikan di Maroko mulai mengalami perubahan
dasar sejak Maroko jatuh dalam kekuasaan Perancis selama 40 tahun. Perancis
menetapkan bahasa Perancis menjadi bahasa nasional dan bahasa resmi di seluruh
perguruan tinggi yang dibangun pada masa penjajahan. Generasi bangsa mulai
belajar di perguruan tersebut serta diberikan kesempatan untuk melanjutkan
perguruan tinggi di Perancis. Kebijakan ini menghasilkan alumni pintar dan
cerdas yang kemudian menjadi pejabat tinggi negara. Tapi kemajuan tersebut
tidak membangkitkan mutu pendidikan dan ekonomi negara karena tidak sesuai
dengan nilai keagamaan dan budaya masyarakat yang yang sangat dominan dalam
kehidupan sehar-hari.
Bahasa Perancis merupakan bahasa rakyat di sebagian
besar wilayah Maroko. Bahkan di kota-kota tertentu, Bahasa Perancis lebih
dominan ketimbang bahasa Arab. Televisi, radio, koran, majalah, menyediakan
banyak menu berbahasa Perancis. Pusat-pusat kebudayaan Perancis, tersebar di
setiap kota-kota besar Maroko. Buku-buku dari yang santai sampai yang serius,
banyak ditulis dalam bahasa Perancis. Seminar dan ceramah-ceramah ilmiah,
banyak dipresentasikan dalam bahasa Perancis. Artinya, bagi mahasiswa Maroko
atau dari luar yang belajar di Maroko, bisa atau tidak berbahasa Perancis,
adalah soal keharusan. Pengaruh pendidikan Perancis dapat dilihat secara
konkret di undang-undang pendidikan yang baru mulai dilaksanakan pada tahun
2004. Undang-undang yang sudah disahkan dan kini menghasilkan apa yang disebut
sebagai (nidzam jadid) dalam dunia pendidikan Maroko lahir dalam konteks
modernisasi pendidikan Maroko. Semangat modernisasi ini pada tahap rancangan
undang-undang mengundang reaksi keras dari kalangan ulama karena pendidikan
Agama Islam dan Bahasa Arab tidak mendapatkan porsi yang semestinya dalam
rancangan undang-undang. Mereka merekomendasi agar rancangan ditelaah ulang
untuk memasukkan keharusan pendidikan agama terintegrasi sebagai kurikulum
wajib dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi (bahkan sampai level program doktor).
E. DAMPAK PENDIDIKAN ANGLO-SAXON DI INDONESIA
1. Pendidikan Indonesia Pada Masa Kolonial.
Saat Belanda masuk ke Indonesia, pendidikan yang ada
diawasi secara ketat oleh Belanda. Hal tersebut dikarenakan Belanda tahu bahwa
melalui pendidikan gerakan-gerakan perlawanan halus terhadap keberadaan Belanda
di Indonesia pada saat itu dapat muncul dan menyulitkan Belanda saat itu. Usaha
Belanda untuk membatasi pendidikan terhadap kalangan pribumi terus berlanjut,
hingga saat muncul kritik dari para kaum humanis Belanda. Sindiran dan kritik
para kaum humanis yang dituangkan dalam tulisan seperti Max Havelaar (MaxHavelaar:
Or the Coffee Auctions of the Dutch Trading Company, Multatuli,1860) sedikit banyak
telah memaksa Belanda untuk memberlakukan politik etis (Ethical Policy - ‘Ethische
Politiek), atau juga dikenal sebagai politik balas budi, pada sekitar tahun
1901. Tiga poin utama dalam politik etis Belanda pada masa itu adalah irigasi,
migrasi, danTiga poin utama dalam politik etis
Belanda pada masa itu adalah irigasi, migrasi, dan edukasi. Dalam poin edukasi,
pemerintah Belanda mendirikan sekolah-sekolah gaya barat untuk kalangan pribumi. Akan tetapi keberadaan
sekolah-sekolah ini ternyata tidak menjadi sebuah
saran pencerdasan masyarakat pribumi. Pendidikan yang disediakan Belanda
ternyata hanya sebatas mengajari para pribumi
berhitung, membaca, dan menulis. Setelah lulus dari sekolah, akhirnya mereka dipekerjakan sebagai pegawai kelas
rendahan untuk kantor-kantor Belanda di
Indonesia. Pada masa ini pula, pendidikan-pendidikan rakyat juga turut muncul.
Sekolah-sekolah rakyat seperti Taman Siswa dan
Muhammadiyah muncul dan berkembang.
Jadi dapat dikatakan pada
masa tersebut terdapat tiga tipe jalur pendidikan yang berbeda. Pertama adalah
sistem pendidikan dari masa Islam yang diwakili dengan pondok pesantren, pendidikan bergaya barat yang disediakan oleh
pemerintah Hindia-Belanda, dan terakhir pendidikan "swasta
pro-pribumi" seperti Taman Siswa, Muhammadiyah, dan lain-lain. Meskipun
demikian, pada dasarnya banyak kemiripan dalam sistem pendidikan ala Hindia- Belanda
dan pendidikan yang disediakan oleh kaum-kaum "pro-pribumi".
2. Pengaruh Sistem Pendidikan
Indonesia Pada Masa Kolonial Dengan Sistem Pendidikan Saat Ini.
Seperti yang telah
disebutkan di atas bahwa pendidikan pada masa kolonial bertujuan untuk mengisi
kekosongan pegawai rendahan di kantor-kantor Belanda. Pada saat ini, bias dikatakan
sistem pendidikan yang ada hampir mirip tujuannya dengan sistem pada saat kolonial. Yaitu menciptakan manusia yang siap
kerja, entah itu menjadi buruh, pegawai negeri, karyawan rendahan, dan
sebagainya. Pendidikan yang diberikanpun tipenya sama, kalau dahulu untuk
menjadi pegawai rendahan hanya butuh bisa baca tulis dan berhitung,
saat ini ilmu yang diberikan
dalam pendidikan seakan-akan hanyalah ilmu untuk pengisi kurikulum dan mengejar
nilai akademis atau gelar. Sekalinya diberikan pengetahuan yang dapat
diterapkan, ilmu tersebut diberikan dalam bentuk jadi, tidak perlu dipikirkan
kembali. Bisa dikatakan pendidikan Indonesia saat ini seakan-akan hanya
memberikan buku pedoman bagaimana harus bergerak tanpa harus berfikir.
Akibatnya, keberadaan kaum-kaum pribumi Indonesia saat ini juga tidak jauh-jauh
dari posisi "pegawai rendahan" seperti tujuan pemberian pendidikan
pada masa kolonial. Salah satu penyebab utamanya adalah kekurangan pengalaman
bagaimana harus berfikir yang seharusnya distimulasi pada saat pendidikan berlangsung.
Penyebab lainnya adalah dangkalnya impian yang muncul tentang tujuan dari
pendidikan tersebut. Tersebar secara umum di masyarakat, tujuan pendidikan
adalah supaya kelak dapat bekerja dan mencari uang. Tidak terbersit pemikiran
di mana ilmu yang didapatkan pada saat pendidikan berlangsung tersebut akan
dipergunakan. Dan dengan jalan apa ilmu-ilmu yang didapat di dalam pendidikan
akan berguna nantinya.
Berdasarkan fakta-fakta di
atas dapat disimpulkan bahwa meskipun ada perbedaan pada sistem pendidikan baik
di Maroko maupun Indonesia, masih ada banyak kesamaan yang dapat dibaca dari
segi sejarah dan perjuangan. Kedua negara tersebut menjadi korban system politik,
hukum. Sistem pendidikan dunia barat tidak hanya membawah manfaat bagi masyarakat
kedua negara tersebut malah semakin menjajahnya saja sampai anak-anak dan generasi
di Maroko dan Indonesia mulai kehilangan nilai luhur keagamaan, budaya malu dan
identitas. Contohnya, di saat ini mulai kita dengar yang memiliki sertifikat
dari dunia barat dan menguasai bahasanya terutama bahasa Inggris di Indonesia
dan Perancis di Maroko, yaitu orang yang cerdas dan hebat, sedangkan yang
belajar di dalam negeri memakai bahasa resmi negara asalnya disebut kurang
mampu dan belum mencukupi standar pendidikan yang dibutuhkan. Ini paradox yang
luar biasa dan sulit sekali untuk dipahaminya.
Gambaran sejarah pendidikan
di Indonesia dan Maroko saat ini bisa dialami bersama. Dari gambaran di atas
ternyata masalah pendidikan bukan sekedar tergantung pada teory dan ilmu
pendidikan itu saja, tapi juga iklim social budaya dan politik ikut berperan.
Namun bukan alasan untuk tidak memperbaharui kehidupan melalui pembaharuan
konsep pendidikan itu sendiri. Jadi reformasi pendidikan adalah mutlak perlu
dilakukan terus menerus sesuai perubahan dan pemahaman umat itu sendiri.
3. Pendidikan Berawal Dan
Beakhir Pada Keluarga (Orang Tua)
Pendidikan abad 21 diwarnai
dengan pengaruh globalisasi. Berbagai sistem pendidikan berlomba-lomba
diadopsi, dikembangkan dan disesuaikan. Institusi-institusi pendidikan mulai menjamur.
Namun muncul kritik dari beberapa orang seperti Ivan Illich, yang menganggap system
pendidikan hanya berorientasi untuk menghasilkan tenaga kerja untuk kepentingan
industri dan globalisasi semata. Pendidikan kehilangan maknanya sebagai sarana pembelajaran.
Kemudian muncul sebuah ide Home Schooling, yaitu pendidikan yang tidak mengandalkan
institusi formal, tapi tetap bisa dilakukan di rumah sesuai kurikulum yang berlaku.
Home Schooling adalah pola pendidikan yang dilatarbelakangi adanya ketidakpercayaan
terhadap fenomena negatif yang umum terdapat pada institusi formal: adanya bullying,
serta metode yang didaktis dan seragam.
Dari rangkaian sejarah
pendidikan yang panjang ini ada satu esensi yang bisa kita
ambil yaitu seperti apapun
bentuknya, keberhasilan pendidikan pada dasarnya tidak hanya
tanggung jawab dari pengelola
pendidikan saja tetapi juga menuntut peranan dari orangtua
yang tidak kalah pentingnya.
Sejarah akan terus berulang: Pendidikan berawal dari keluarga.
F. PENUTUP
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa kondisi Maroko dan Indonesia baik sebelum dan sesudah
kemerdekaan sampai masa kontemporer tetap menjadi dua Negara yang memiliki sejarah
kekuasaan yang sama sebelum Indonesia menjadi rebublik. Sejarah Islam di Maroko
dan Indonesia tidak terlepas dari gerakan-gerakan agama dan budaya yang selalu melakukan
penentangan terhadap kebijakan pemerintah atau masyarakat madani. Gerakan penentang
ini mencuat ketika pemerintah kedua negara menjalin kerjasama dengan pihak dunia
barat yang dianggap oleh sebagian besar umat Islam sebagai pembawa paham
sekuler ke dunia Islam.
Di lain pihak di tengah
keributan yang muncul dan perlawanan terhadap budaya dan nilai luhur Indonesia
dan Maroko terutama melalui jalur pendidikan. Gerakan-gerakan tersebut yang sah
tersebut tidak pernah berhasil merubah akar kepercayaan dan pola piker umat
yang baik karena kefanatikan masyarakat Maroko dan Indonesia serta kesuciannya.
Bangsa Indonesia dan Maroko adalah dua bangsa yang telah memperjuangkan
kemerdekaan bangsa-bangsa lain dan sejarah mencatat karya, pemikiran, dan
peradaban yang sangat berpengaruh seluruh dunia. Namun di tengah kefanatikan
masyarakat Maroko dan Indonesia, ternyata kekuasaan Perancis, Belanda, dan
globalisasi yang hanya berjalan beberapa tahun telah meninggalkan pengaruh yang
besar di Maroko dan Indonesia, sehingga system pendidikan di kedua negara
tersebut didasarkan pada latarbelakang dunia Barat.
Referensi
Komunitas Paduraksa, “Sedikit Uraian Sejarah
Pendidikan Indonesia”,
Sep 2010, (http://tinulad.wordpress.com/sedikit-uraian-sejarahpendidikan/)
- Haris Zaky Mubarak, “Reflektivitas Pendidikan
Kolonial di Masa Kini”, Sept 2010,
http://pikokola.wordpress.com/files/2008/11/pendidikan-masa-kolonial-dansekarang.
pdf
phadli23.multiply.com
baguuuuuuuuuuuuuuuussssssssssssssss
BalasHapus